Kebakaran hutan terjadi ketika semua elemen yang diperlukan dalam penyulutan api dikumpulkan di area yang rentan: sumber penyalaan dihadapkan dengan bahan yang mudah terbakar seperti vegetasi, yang mengalami panas yang cukup dan memiliki pasokan oksigen yang cukup dari udara sekitar.
Kadar air yang tinggi biasanya mencegah penyulutan dan memperlambat perambatan, karena suhu yang lebih tinggi diperlukan untuk menguapkan air di dalam material dan memanaskan material mencapai titik api.
Hutan lebat biasanya memberikan lebih banyak bayangan, menghasilkan suhu lingkungan yang lebih rendah dan kelembaban yang lebih besar, dan karena hal-hal itulah hutan lebat tidak begitu rentan terhadap kebakaran hutan.
Bahan yang kurang padat seperti rumput dan daun lebih mudah terbakar karena mengandung lebih sedikit air daripada bahan yang lebih padat seperti cabang dan batang.
Baca juga : Ini Alasan Warga Lakukan Alih Fungsi Lahan, Hutan Lindung jadi Lahan Pertanian
Tanaman terus menerus kehilangan air karena evapotranspirasi, tetapi kehilangan air ini biasanya diseimbangkan dengan air yang diserap dari tanah, kelembaban, atau hujan.
Ketika keseimbangan ini tidak dipertahankan, tanaman mengering dan karenanya lebih mudah terbakar, sering kali sebagai akibat dari kekeringan.
Menurut data BMKG Jambi melalui pantauan sensor Modis (satelit Terra Aqua dan Suomi NPP) di tahun 2022 sejak Januari hingga 8 Juni 2022 terpantau ada 795 titik api (hotspot). Al Haris menuturkan, hal itu harus diwaspadai. Sebab, karhutla memberikan dampak negatif yang luar biasa mulai dari kesehatan masyarakat dan perubahan iklim.
Baca juga : Politikus Ini Heran Jutaan Hektar Lahan Hutan Digunakan Untuk Sawit dan Tambang Tanpa Izin
"2015 dan 2019 lalu, kita merasakan dampak buruk dari karhutla, selain kerugian material berupa terbakarnya lahan-lahan produktif dan kawasan hutan, juga menyebabkan merebaknya penyakit, khususnya Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)," katanya.
Sehubung dengan luasnya kebakaran dan banyaknya titik hotspot yang terpantau, Pemerintah Provinsi Jambi juga telah menetapkan status siaga darurat penanggulangan karhutla di Jambi berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jambi Nomor 420 Tahun 2022.
Siaga darurat penanggulangan karhutla itu mulai terhitung sejak tanggal 24 Mei 2022 hingga 30 November 2022. Gubernur Jambi Al Haris meminta agar seluruh bupati dan wali kota se-Provinsi Jambi dapat menggerakkan seluruh sumber daya dan kemampuan dalam pencegahan dan penanganan karhutla.
"Saya mengharapkan Satgas Karhutla dapat bekerja maksimal. Jika tindakan pemadaman harus tetap dilakukan, jangan sampai terlambat, harus tanggap terhadap titik api sekecil apapun. Prioritaskan upaya deteksi dini dan monitor titik rawan hot spot di lapangan sebagai tindakan pencegahan," tutupnya.
Baca juga : Pengambilalihan 1,1 Juta Ha Hutan Jawa Rawan Picu Konflik
Pemprov Jambi mencatat ada lebih dari 62 hektare (ha) lahan dan hutan yang terbakar. Peristiwa itu terjadi dalam kurun waktu enam bulan terakhir.
"Lahan yang terbakar di Provinsi Jambi periode Januari sampai Juni seluas 62,95 hektare," ujar Gubernur Jambi Al Haris, Sabtu (11/6/2022).
Al Haris berharap agar kebakaran tidak meluas demi mencegah dampak buruk kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). "Kita harapkan agar kejadian karhutla tidak terulang, dan harus senantiasa bersiaga dan waspada. Kita harus terus berupaya mengantisipasi berbagai kemungkinan sedini mungkin, atau setidaknya meminimalisir luas dan dampaknya," tuturnya.