Hutan lindung (protected forest) adalah kawasan hutan yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau kelompok masyarakat tertentu untuk dilindungi, agar fungsi-fungsi ekologisnya—terutama menyangkut tata air dan kesuburan tanah—tetap dapat berjalan dan dinikmati manfaatnya oleh masyarakat di sekitarnya. Undang-undang RI no 41/1999 tentang Kehutanan menyebutkan:
"Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah."
Baca juga : Ini 5 Kewajiban Kita Kepada Hutan
Dari pengertian di atas tersirat bahwa hutan lindung dapat ditetapkan di wilayah hulu sungai (termasuk pegunungan di sekitarnya) sebagai wilayah tangkapan hujan (catchment area), di sepanjang aliran sungai bilamana dianggap perlu, di tepi-tepi pantai (misalnya pada hutan bakau), dan tempat-tempat lain sesuai fungsi yang diharapkan.
Pohon di hutan lindung seluas 105 hektar di Desa Tambak Ukir, Kecamatan Kendit banyak yang ditebang. Saat ini lahan yang sudah gundul itu, digunakan warga sekitar untuk lahan pertanian.
Data yang dikumpulkan koran ini, warga menanam beberapa jenis tanaman pertanian. Seperti singkong, jangung dan padi. Penanaman dilakukan paling sering pada saat musim hujan. Sebab, ketersedian air untuk lahan saat itu sangat mencukupi.
Baca juga : Pemanfaatan dan Pengelolaan Hasil Hutan
Aksi penjarahan lahan, makin lama makin meluas. Warga sekitar seolah tak mau tahu jika tanah tersebut milik perhutani. Mereka seperti tak pernah khawatir, jika lahan gundul terus menerus ditanami tanaman pertanian, maka akan berpotensi terjadi tanah longsor. “Kalau hutannya gundul karena pohonnya ditebang, dampaknya akan mengakibatkan tanah longsor,” ucap Matros Sanjoko, warga sekitar, Jumat (3/6) kemarin.
Kata dia, banyak hutan yang mulai gundul. Namun, belum ada tindakan dari Perhutani. Padahal, hutan yang disalahgunakan itu merupakan hutan lindung. “Kenapa tidak ada tindakan kalau memang itu lahan perhutani dan hutan lindung. Seharusnya ada tindakan agar tidak disalahgunakan,” ungkap pria asal Kecamatan Kendit itu.
Matroso menilai, membiarkan hutan semakin gundul, sama saja dengan sengaja menciptakan bencana alam. “Padahal dalam aturannya sudah jelas, bahwa lahan hutan lindung milik Perhutani tidak boleh dijadikan lahan pertanian. Karena kalau terus dibiarkan, akan bisa menyebabkan bencana banjir dan tanah longsor,” jelasnya.
Baca juga : Hindari Penggundulan Hutan, Guru Besar IPB Temukan Konsep Silvikultur untuk Tebang Pohon
Sementara itu, Asper/ KBKPH Panarukan, Muhammad Rifa’i mengatakan, perhutani telah memasang papan larangan agar warga tidak menggunakan kawasan hutan lindung untuk lahan pertanian. “Kami mau menutup masih mikir, karena yang membuka itu bukan kami. Ketika dilakukan penutupan, seolah-olah kamil ah yang sengaja membuka lahan tersebut,” ucapnya.
Rifa’i menjelaskan, pelaku utama yang membuka kawan hutan lindung untuk dijadikan lahan pertanian sebenarnya adalah Matrosi sendiri, selaku ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). “Dia (Matrosi) yang awal mula membuka lahan tersebut. Justru sekarang dia juga yang mempersoalkan,” jelasnya.
sumber : jawapos