Direktur Eksekutif Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan (KEMITRAAN) Laode M Syarif di Jakarta, Senin (27/6/2022) mengatakan, penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) perlu dilakukan melalui pendekatan kluster. Sebab, tak semua model penanganan sesuai situasi di semua daerah.
Paradigma penanganan kebakaran hutan dan lahan perlu didorong untuk berfokus pada upaya pencegahan. Dalam melakukan pencegahan, pendekatan kluster bisa menyesuaikan kondisi di setiap daerah. Melalui pendekatan ini pula koordinasi semua pihak diharapkan jadi lebih baik.
Meskipun demikian, pendekatan kluster ini sama-sama menekankan pada pentingnya upaya pencegahan yang bersifat kolaboratif dan melibatkan semua pihak.
Setiap kluster memiliki ciri khas dan pendekatan tertentu. Namun, pada pendekatan ini paradigma penanganan karhutla berubah dari yang sebelumnya berfokus pada upaya pemadaman api menjadi upaya pencegahan kebakaran.
Direktur Program Sustainable Governance Community Kemitraan, Hasbi Berliani menyampaikan, program SIAP-IFM merupakan tindak lanjut upaya replikasi pendekatan klaster dari pencegahan karhutla yang dilakukan di Afrika Selatan.
Pada fase awal di Indonesia, program tersebut telah dilaksanakan sejak 2021 di tiga lokasi percontohan, yakni Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Sumatera Selatan, Kabupaten Pelalawan Riau, dan Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah.
Petugas berusaha memadamkan api yang membakar areal Gunung Lawata di Kecamatan Anggeraja, Enrekang Sulsel, Selasa (29/10/2019). kebakaran terjadi akibat warga yang membakar untuk membuka lahan
Petugas berusaha memadamkan api yang membakar areal Gunung Lawata di Kecamatan Anggeraja, Enrekang Sulsel, Selasa (29/10/2019). kebakaran terjadi akibat warga yang membakar untuk membuka lahan
Dalam program SIAP-IFM ada tiga hal utama yang dijalankan, yakni regulasi, pelembagaan, dan identifikasi sumber pendanaan. Regulasi diperlukan sebagai payung hukum dari kegiatan yang dijalankan. Sementara kelembagaan diperlukan agar semua pihak terkait dapat lebih terkoordinasi.
”Hal berikutnya yakni sumber pendanaan. Selama ini sumber pendanaan yang tersedia masih tersebar sehingga pemanfaatannya tidak optimal,” kata Hasbi.
”Setiap kluster memiliki ciri khas dan pendekatan tertentu. Namun, pada pendekatan ini paradigma penanganan karhutla akan berubah dari yang sebelumnya berfokus pada upaya pemadaman api menjadi upaya pencegahan kebakaran,” katanya.
Laode menuturkan, pendekatan kluster itu pula yang digunakan dalam program Penguatan Kapasitas Indonesia dalam Manajemen Antisipasi Karhutla-Manajemen Karhutla Terintegrasi (SIAP-IFM). Program itu diinisiasi pemerintah melalui Kemitraan bersama Program Lingkungan PBB (UNEP), Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Badan untuk Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID).
Laode menambahkan, sumber pendanaan yang berasal dari lintas sektor, dari pemerintah, perusahaan, lembaga swadaya masyarakat, maupun pihak lain amat penting untuk memperkuat upaya penanganan. Dalam upaya penanganan karhutla, alokasi pendanaan untuk upaya pencegahan hanya 20-30 persen dari seluruh pendanaan.
Sebagian besar pendanaan dialokasikan untuk upaya pemadaman yang baru bisa digunakan ketika status bencana kebakaran ditetapkan. Oleh sebab itu, pendanaan inovatif diperlukan untuk memperkuat anggaran dalam upaya pencegahan karhutla. Pendanaan ini berasal dari kolaborasi semua pihak.
Sekretaris Daerah OKI H Husin menyampaikan, pengalaman kebakaran besar yang pernah terjadi pada 2015 menjadi pembelajaran mengenai pentingnya mengutamakan upaya pencegahan dibandingkan dengan pemadaman. Untuk menerapkan pendekatan kluster, Kabupaten OKI menerbitkan Surat Keputusan Bupati tentang pembentukan kluster pencegahan dan penanggulangan karhutla 2022-2026.
Pantauan Menggunakan Helikopter milik APP Sinar Mas memperlihatkan, kebakaran lahan di Desa Muara Medak, Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, masih berlangsung, Rabu (21/8/2019). Pemadaman melalui udara dan darat serta pembangunan sekat bakar masih terus berlangsung. Kebakaran ini membuat membuat sejumlah masyarakat harus mengungsi karena terdampak asap.
Pantauan Menggunakan Helikopter milik APP Sinar Mas memperlihatkan, kebakaran lahan di Desa Muara Medak, Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, masih berlangsung, Rabu (21/8/2019). Pemadaman melalui udara dan darat serta pembangunan sekat bakar masih terus berlangsung. Kebakaran ini membuat membuat sejumlah masyarakat harus mengungsi karena terdampak asap.
”Dalam SK ini, semua perusahaan perkebunan dan kehutanan yang bekerja dan mendapat izin usaha di Kabupaten OKI diminta untuk bersinergi dan mendukung pengoperasian manajemen komite kluster pengendalian karhutla. Jadi, kita menekankan ada upaya pencegahan kolaboratif,” tuturnya.
Hal serupa dilakukan di Kabupaten Pelalawan. Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pelalawan, Musa mengatakan, upaya penanggulangan karhutla telah diatur dalam peraturan bupati tentang pengendalian kebakaran hutan dan lahan terpadu berbasis kluster.
Selain itu, inovasi lain dikembangkan, yaitu pembuatan sumur resapan sederhana ramah lingkungan yang dikerjakan oleh masyarakat. Sumur ini dapat menjadi alternatif penanggulangan karhutla dan sumber air untuk pembasahan gambut.
Regional Humanitarian Advisor USAID Harlan Hale mengutarakan, kebakaran gambut merupakan ancaman besar, tidak hanya bagi Indonesia, tetapi juga ancaman global. Oleh sebab itu, penanggulangan karhutla harus menyertakan upaya pencegahan dan mitigasi yang optimal.
”Penanggulangan karhutla perlu dilakukan bersama-sama oleh semua pihak. Persiapan dan pencegahan karhutla pun dilakukan melalui pembentukan asosiasi penggunaan lahan yang mencakup pemerintah, bisnis, dan masyarakat lokal untuk mengelola sumber daya lahan sekaligus mengurangi risiko kebakaran,” tuturnya.
sumber: kompas