KEMENTERIAN Lingkungan Hidup dan Kehutanan membuat kebijakan baru tentang kawasan hutan dengan pengelolaan khusus (KHDPK) di Pulau Jawa melalui Peraturan Menteri LHK Nomor 7/2021. Akibatnya, kawasan hutan yang sejak zaman Belanda dikelola Perum Perhutani akan terelokasi.
Argumen di balik kebijakan ini adalah pengelolaan hutan Jawa akan lebih produktif, adil, dan berkelanjutan. Kita perlu menelaah argumen ini agar alasan sebuah kebijakan dibuat sesuai dengan tujuannya. Kata Charles Renouvier, filsuf Prancis, dunia menderita karena kurangnya keyakinan dan kebenaran transendental.
Terlepas dari itu semua, ternyata ada petani yang juga mendukung program tersebut, Ratusan petani hutan gelar aksi di depan gedung DPRD Kabupaten Blora untuk mendukung kebijakan Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) diterapkan.
Baca juga : Deforestasi di Hutan Hujan Amazon Paling Parah Sepanjang 2022
Kelompok massa yang menamai gabungan Kelompok Tani Hutan (KTH) Blora Selatan itu juga mendesak agar Pemkab dan DPRD Blora mendukung program yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Perhutanan (LHK). Selama ini wilayah hutan dikelola oleh Perhutani.
1. Desak DPRD dan pemkab mendukung KHDPK
Turun ke Jalan, Ratusan Petani Hutan di Blora Dukung KHDPKIDN Times / Febrian Chandra
Suprapto salah satu ketua KTH mengatakan, agar program KHDPK ini segera di sosialisasikan ke bawah, sebab dia memandang kebijakan KHDPK ini lebih berpihak kepada masyarakat dan memberikan kepastian akses legal pengelolaan lahan hutan ke masyarakat.
"Kami mendesak agar DPRD dan Pemkab Blora mendukung program KHDPK diterapkan dan segera disosialisasikan ke bawah," kata Suprapto, Rabu (20/7/2022).
Dia berpandangan KHDPK ini adalah salah satu akses pengentasan kemiskinan masyarakat pinggir hutan yang selama ini tidak memiliki tanah atau sawah.
"Kita mendukung SK 287 tentang KHDPK untuk diterapkan. Sehingga kita yang hidup di pinggir hutan juga mempunyai kemanfaatan pengelolaan hutan sosial. Tidak hanya berperan ikut menjaga hutan saja," kata.
Yadi, salah satu petani hutan di Desa Kalisari, Kecamatan Randublatung mengatakan, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir luas lahan pertanian yang dia garap di hutan semakin hari semakin menyusut. Penyebabnya salah satunya adalah ulah oknum nakal Perhutani yang memetak - metakkan lahan hutan kemudian menyewakan kepada petani kaya atau pemodal besar.
"Dulu bisa menggarap 1 hektar, sekarang 200 meter persegi saja tidak ada. Ada oknum dari mandor hutan (perhutani) yang membagi atau memetak-metakkan lahan, sekarang semua orang bisa garap lahan itu (hutan sosial). Padahal saya juga bayar pajak. Saya orang yang tinggal di kawasan hutan," tambahnya.
2. Peta lokasi KHDPK belum keluar
Turun ke Jalan, Ratusan Petani Hutan di Blora Dukung KHDPKIDN Times / Febrian Chandra
Sementara itu, Yuyus Waluyo anggota DPRD yang menemui perwakilan pendemo mengatakan, pihaknya mendukung penuh kebijakan KHDPK untuk diterapkan. Mengingat luas wilayah Kabupaten Blora 50 persennya ada pada wilayah Perhutani.
Baca juga : Pada 2020 Jawa Timur Dukung Pengurangan Emisi Karbon 26%
"Saya mendukung penuh agar masyarakat juga berpeluang dan berhak secara legal dalam pengelolaan lahan di wilayah hutan, dan berimbas pada pengentasan kemiskinan," ungkapnya.
Namun dia mengingatkan kepada masyarakat untuk tidak mempercayai peta - peta lahan KHDPK yang telah beredar.
"Saya kemarin bersama Bupati Blora berkesempatan mengunjungi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Mereka memastikan SK 287 itu benar. Luasan KHDPK benar adanya. Tapi untuk titik - titik wilayah KHDPK hingga sekarang belum muncul. Artinya peta - peta tersebut Hoax. Itu yang perlu diwaspadai bersama," terangnya.
Yuyus mengatakan, dalam waktu dekat ini pihak Kementerian LHK akan menurunkan tim yang melibatkan Pemkab Blora untuk mengkaji lokasi mana saja yang akan dijadikan KHDPK. Ia meminta supaya para petani hutan tidak terprovokasi dengan munculnya peta tersebut.
"Kita tampung semua keluhan dari para petani hutan," katanya.
3. Perhutani dukung KHDPK
Turun ke Jalan, Ratusan Petani Hutan di Blora Dukung KHDPKIDN Times / Febrian Chandra
Dihubungi terpisah, Wakil Adminstratur (Adm) KPH Blora Arif Silvi mengatakan, karena Perhutani berada di bawah kementerian LHK maka pihaknya juga secara konstitusi mendukung kebijakan KHDPK.
"Artinya kita adalah BUMN yang ada di Bawah Kementerian LHK. Sedangkan yang disuarakan para pendemo yakni SK 287 adalah prodak dari kementerian LHK. Jadi secara konstitusi kita mendukung kebijakan itu," ungkapnya.
Namun begitu pihaknya juga mempertimbangkan golongan - golongan yang menolak KHDPK untuk diterapkan. Salah satunya adalah dari LMDH dan Serikat Pekerjaan Perhutani.
"Alasan LMDH menolak masuk akal dan kritis. Mereka khawatir apabila kebijakan ini diterapkan maka akan banyak kawasan hutan yang beralih fungsi menjadi bangunan - bangunan, lahan pertanian dan hutan habis dan menyebabkan bencana alam," katanya.
Sebab luas hutan di Jawa ini hanya 16 persen saja dari total luasan tanah. Apabila program KHDPK ini berjalan maka hanya ada 8 persen yang menjadi lahan hijau.
Kemudian kekhawatiran para karyawan terkait masa depan mereka dan menyebabkan PHK besar - besaran lantaran hampir setengah lahan Pengelolaan Perhutani diambil alih.
Diketahui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengambil alih wilayah hutan yang dikelola PT Perhutani (Persero) seluas 1,1 juta hektar dari total 2,4 hektar di seluruh Jawa Tengah. Hutan yang diambil tersebut akan dijadikan Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK).
Pengambilalihan tersebut mengacu pada Keputusan Menteri LHK (Kepmen) bernomor
SK287/MENLHK/Setjen/PLA.2/4/2022 tentang Penetapan KHDPK pada sebagian hutan negara yang berada pada kawasan hutan produksi dan hutan lindung di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Banten. Kepmen tersebut ditandatangani oleh Menteri LHK, Siti Nurbaya pada 5 April 2022.
Dalam perjalanannya muncul golongan pro dan kontra terkait kebijakan itu. Salah satunya Serikat Karyawan Perhutani dan sebagian LMDH menolak KHDPK diterapkan.
sumber: idntimes