Dekan Fakultas Kehutanan UGM Ir. Sigit Sunarta, M.Sc., Ph.D., mengatakan riset di bidang pemuliaan tanaman hutan ini diharapkan memberikan manfaat timbal balik untuk peningkatan kualitas penelitian dan implementasi hutan tropis di Indonesia, serta akan memperkuat penelitian kolaboratif antara Indonesia dan Jepang.
Fakultas Kehutanan UGM bekerja sama dengan Japan International Research Center fo Agriculture Science (JIRCAS), Jepang, melakukan kerja sama riset dalam hal peningkatan ketahanan hutan tropis melalui pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya genetis yang mampu beradaptasi terhadap perubahan iklim.
Hal itu mengemuka dalam pertemuan antara Rektor UGM Prof. dr. Ova Emilia, M.Med. Ed., Sp.OG(K), Ph.D., dan President JIRCAS, Koyama Osamu, di ruang Multimedia, Gedung Pusat Universitas Gadjah Mada, Senin (3/10/2022).
“Terutama dalam pengelolaan hutan lestari dan mitigasi perubahan iklim,” kata Sigit kepada wartawan.
Menurutnya, kerja sama antara peneliti kehutanan ini bisa menghasilkan klon unggul tanaman hutan dari berbagai spesies mulai dari jati, meranti, sengon dan pinus yang diharapkan bisa meningkatkan produktivitas hutan dan nilai hasil hutan dengan menjaga ketahanan hutan terhadap perubahan iklim global.
“Kita ingin nantinya dapat berkontribusi dalam pengelolaan hutan lestari di Indonesia,” jelasnya.
Peneliti utama dari Fakultas Kehutanan UGM Prof. Dr. Mohammad Na'iem mengatakan riset ini berlangsung selama lima tahun dengan nilai project sebesar Rp 30 miliar.
BACA JUGA : Dubes Uni Eropa sebut Pemanfaatan Hutan Bisa Capai Emisi Nol Bersih
Fokus utam dari riset ini adalah pengembangan individual tanaman unggul yang berdasarkan seleksi genetik dan perbanyakan vegetatif.
“Kita ingin menguji ketahanan hutan tropis terhadap perubahan iklim dan mengevaluasi dampak pertanaman unggul terhadap aspek ekologi, ekonomi dan sosial,” katanya.
Materi genetik unggul hasil seleksi pada program pemuliaan tanaman ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas hutan secara signifikan, teknolog inovatif dalam pemuliaan nantinya dapat diadopsi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan Indonesia dan mitra strategis.
Satu di antara teknologi yang digunakan dalam riset ini adalah sistem Silvikultur Intensif (Silin) yang mampu meningkatkan produktivitas kayu hingga 3 kali lipat daripada metode Tebang Pilih Tanam.
Selain itu, teknik silvikultur ini diyakini mampu memperbaiki ekosistem dan struktur ekologi serta mampu mempersingkat waktu produktivitas hutan tropis.
Sementara peneliti utama JIRCA, Prof Naoki Tani, mengatakan kerja sama riset ini bertujuan untuk mendapatkan klon tanaman unggul dari spesies jenis tanaman hutan tropis yang bisa beradaptasi dengan perubahan iklim dan memperbaiki hutan secara keseluruhan.
“Dalam riset ini akan menghasilkan genomik berkualitas dan bersertifikat. Sehingga pohon yang ditebang misalnya bisa dijual dan masyarakat bisa menerima manfaatnya. Nantinya kita akan memilih klon terbanyak dan mengembangkan teknologi kultur jaringan dari pengembangan tanaman hutan yang dipilih,” ujarnya.
Direktur Pengendalian Usaha Pemanfaatan Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI, Ir. Khairi Wenda, M.Si., mengapresiasi dimulainya riset kolaborasi antara UGM dan peneliti JIRCAS di bidang kehutanan yang diharapkan bisa memberikan dampak upaya peningkatan konservasi hutan di Indonesia serta memberikan dampak sosial dan ekonomi bagi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan.
Ia menyebutkan bahwa Kawasan hutan Indonesia dikelola sesuai dengan tiga fungsi yaitu hutan produksi, hutan konservasi dan hutan lindung.
Hutan produksi di Indonesia saat seluas 68,8 juta hektar yang dikonsesi menempati area 30,07 juta hektar, sedangkan sisanya tidak memiliki konsesi.
Selanjutnya dari areal yang diberikan konsesi tersebut sekitar 62 persen dikembangkan untuk hutan tebang pilih kayu hutan alam dimana 36 persen diperuntukan untuk penanaman kayu industri.
Sementara Penanaman hutan lainnya di pulau Jawa seluas 2,4 juta hektar yang didominasi oleh tanaman jati.
Sejalan dengan tema riset ini, kata Khairi, Kementerian LHK saat ini tengah mendorong pengembangan kawasan hutan tropis sekunder untuk mendukung hutan Indonesia tetap lestari.