Studi terbaru melengkapi persoalan terkait statistik hutan yang ada selama ini. Ini menyadarkan bahwa argumentasi matematis berperan penting dalam mewujudkan perekonomian global yang inklusif, berdaya-tahan, dan berkelanjutan.
Hutan tidak hanya mampu mengatasi tantangan perubahan iklim dan menekan perluasan penyakit yang menyerang manusia. Namun, hutan juga menjadi rumah bagi keanekaragaman hayati dan menjadi sumber pendapatan, sementara juga meningkatkan sistem pangan dan rantai nilai yang lebih ramah lingkungan.
Dari estimasi yang dilakukan, lebih dari setengah produk domestik bruto (PDB) global-84,4 triliun di tahun 2020 bergantung pada jasa ekosistem, termasuk yang disediakan oleh hutan. Hal ini termuat dalam “TheState of the World’s Forests 2022” yang diluncurkan pada Senin (2 Mei 2022) oleh Organisasi Pangan dan Pertanian PBB
“Meskipun laporan terakhir ini tidak mengejutkan jika dikaitkan dengan penelitian. Laporan itu merinci berbagai aksi yang sudah beberapa lama dipromosikan oleh CIFOR-ICRAF memuat peta jalan keuangan yang ditujukan kepada pengambil kebijakan dan sektor swasta,” ujar Robert Nasi, Manajer Direktur Manajemen (the Center for International Forestry Researh and World Agroforestry (CIFOR-ICRAF).
“Hal yang penting sekarang adalah soal implementasi. Meskipun banyak yang berbicara, namun nampaknya target justru berada di luar jangkauan. Kita perlu melihat berbagai komitmen itu terwujud dengan panduan yang jelas merintah dan perusahaan swasta.”
Hutan meliputi 31 persen dari daratan, dengan luasan lebih dari 4 miliar hektar, namun ini menjadi wilayah yang terus mengecil, sekurang-kurangnya 420 juta hektar telah hilang sejak 1990.
Pada saat deforestasi-setidaknya 90 persen di antaranya didorong oleh perluasan pertanian/perkebunan-menurun,10 juta hektar hutan dibuka setiap tahun, yang tercantum laporan yang diterbitkan setiap dua tahun oleh FAO berdasarkan data dan penelitian yang dilakukan badan tersebut pada tren hutan global.
Menghentikan laju deforestasi berpotensi sebagai aksi paling efektif dalam pendanaan untuk mitigasi perubahan iklim dan menjaga suhu global rata-rata agar kenaikannya tidak melampaui 1,5 derajat Celsius dari era pra-industri.
Mengakhiri deforestasi, yang selama bertahun-tahun menjadi sebuah komitmen yang dibuat dalam berbagai kesepakatan PBB yang tidak mengikat, yang terbaru yaitu pada perundingan iklim COP-26 di Glasgow, akan menjadi cara yang paling efektif dari segi pendanaan untuk menghindari emisi gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan planet. Seperti tercantum dalam rincian laporan, itu termasuk pengurangan 14 persen jumlah emisi yang dibutuhkan hingga tahun 2030 agar kenaikan temperatur bisa dijaga agar tidak melampaui (ATAU: bisa ditahan di bawah)1,5 derajat Celsius.
“Menyaksikan butiran pasir turun pada jam pasir sejalan dengan semakin berkurangnya waktu, itu sangat menakutkan,” ujar Nasi. “Perubahan iklim itu ada di sini, kita berada di barisan kursi terdepan pada saat itu terjadi. Kita terus berargumentasi di mana-mana bahwa Protokol Montreal 1987-kesepakatan tentang lingkungan yang paling sukses, yang berhasil melarang produksi chlorofluorocarbons (CFC)-seharusnya dipakai sebagai desain dasar yang baku (template).”
Kesepakatan itu menghasilkan sebuah table waktu untuk menghilangkan bahan-bahan utama perusak ozone, dan memasukkan dukungan pendanaan untuk negara-negara di belahan Selatan, tambahnya. “Meskipun pada awalnya muncul penolakan kuat, perusahaan-perusahaan dengan segera menciptakan alternatif untuk menggantikan bahan kimia berbahaya tersebut.”
Laporan tersebut menyebutkan, untuk tetap bertahan pada kisaran 1,5 derajat Celsius, seperti rekomendasi Panel Lintas Pemerintah untuk Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel on Climate Change) dan dirinci pada Kesepakatan Paris 2015, aktivitas manusia harus mencapai posisi netral karbon pada 2050, sebuah target yang bisa dicapai apabila emisi langsung dari hilangnya biomasa bisa dihindarkan dan kapasitas penyerapan karbon dari hutan dipertahankan.
Pendanaan Mengalir
Laporan tersebut juga mengungkap, total dana untuk menghentikan deforestasi, memulihkan lahan terdegradasi dan membangun rantai nilai berkelanjutan harus menjadi tiga kali lipat pada 2030 dan meningkat empat kali lipat pada 2050 untuk mencapai target-target menetralkan kondisi keanekaragaman hayati dan degradasi lahan, dengan estimasi kebutuhan pendanaan, hanya untuk pemulihan dan manajemen hutan saja mencapai 203 miliar dollar AS per tahun pada tahun 2050.
Apabila subsidi pertanian, yang saat ini mencapai hampir 450 miliar dollar AS per tahun, direstrukturisasi dengan memasukkan agroforestri dan kehutanan, maka 86 persen dampak membahayakan yang diakibatkannya dapat dihindarkan. Hal itu terungkap dalam laporan tersebut.
“Kita seharusnya tidak hanya fokus pada melestarikan hutan primer, namun juga merestorasi hutan sekunder dan lahan terdegradasi untuk penggunaan perkebunan agroforestri dan bio-energi jika hal itu masuk dalam perhitungan lingkungan dan finansial,” ujar Nasi. “Telah diakui bahwa restorasi dan pilihan-pilihan alamiah lainnya berkontribusi lebih dari sepertiga solusi untuk krisis iklim.”
Petani kecil memproduksi 80 persen dari pangan dunia, 35 persen di antaranya diproduksi oleh petani yang memiliki lahan kurang dari 2 hektar. Petani kecil, komunitas lokal, dan masyarakat adat memiliki atau mengolah setidaknya 4,35 miliar hektar hutan dan lahan pertanian dan diperkirakan memproduksi produk pertanian dan hutan yang nilainya mencapai 869 miliar dollar AS hingga 41,29 triliun dollar AS per tahun.
Menurut laporan tersebut, berbagai hasil studi menyebutkan, 91 persen dari semua lahan masyarakat adat dan komunitas lokal kondisi lingkungannya bagus atau cukup bagus, yang mengindikasikan potensi besar bagi suatu pendanaan yang efektif untuk pengurangan deforestasi dan peningkatan kondisi hutan. Lebih dari 8,5 juta organisasi produsen yang ada sekarang, dapat membantu untuk mendukung pemulihan lingkungan.
Namun demikian, kurang dari 2 persen pendanaan iklim yang benar-benar menjangkau petani kecil, masyarakat adat, dan komunitas lokal di negara-negara berkembang. Dengan demikian, memobilisasi investasi bagi petani kecil, termasuk mengurangi risiko yang bakal diterima investor, menjadi suatu pendekatan strategis yang kini berkembang.
“Meskipun pada umumnya terdapat tekanan pada masyarakat adat yang hidupnya bergantung pada hutan, komunitas lokal dan berpendapatan rendah, kami tidak kekurangan uang,” ujar Nasi. “Berbagai pemerintahan memberi ancar-ancar akan mengeluarkan dana 1,8 triliun dollar AS pada pembelanjaan militer dan lebih dari 5 triliun dollar AS untuk subsidi bahan bakar fosil, namun hanya sekitar 50 miliar dollar AS untuk restorasi lanskap. Sekarang tiba waktunya bagi masyarakat berpikir ulang tentang prioritas untuk memungkinkan terciptanya masa depan yang lebih baik.”
Bio-ekonomi Sirkular
Perusahaan-perusahaan yang rantai nilai berbasis hutan akan menjadi partner penting dalam pembangunan ekonomi sirkular. Laporan tersebut juga menambahkan, banyak perusahaan telah memperluas jenis produk-produk hutan sebagai substitusi bahan-bahan dengan emisi gas rumah kaca yang lebih tinggi dan meningkatkan efisiensi proses produksi. Para penanam dan pengolah hasil hutan dapat menerima keuntungan lebih dengan memperkuat jaringan dengan pembeli dan meningkatkan kapasitas melalui organisasi produsen.
Laporan tersebut menuliskan estimasi bahwa industri non-pangan berbasis bahan alam akan tumbuh 3,3 persen per tahun hingga tahun 2030, dengan proyeksi nilai hasil produksi mencapai 5 triliun dollar AS. Produksi berbasis hutan, termasuk biokimia, bioplastik, dan tekstil berpeluang besar mendapatkan keuntungan dari pertumbuhan ini dengan potensi keuntungan dari sisi lingkungan.
Sebagai contoh, setiap 1 kg karbon dari tekstil berbasis kayu pabrikan yang menggantikan tekstil non-kayu dapat menekan emisi karbon hingga 2,8 kg. Demikian tertulis dalam laporan.
Laporan tersebut merekomendasikan pendanaan domestik publik diberikan untuk lingkungan, agar bisa menggerakkan pendanaan iklim untuk pendekatan berbasis-hutan, membangun jalur-jalur proyek sesuai tingkatan pendanaan dan investasi pendukung dalam proses produksi kayu yang bernilai tambah di negara-negara asalnya. Membuat pasar finansial ramah lingkungdenan. Perangkat pengaturan dan pendampingan juga menjadi rekomendasi penting laporan tersebut.
Model pencampuran pendanaan publik-swasta dapat membantu mengurangi risiko investasi sektor-swasta yang memiliki nilai publik yang signifikan namun profil pendapatan-risiko tidak menarik. Obligasi lingkungan bertumbuh, namun menurut data terakhir, hanya 3 persen ditujukan untuk pendekatan berbasis alam.
“Tugas paling mendesak bagi terwujudnya masa depan berkelanjutan dan mitigasi perubahan iklim adalah langkah untuk mengurangi konsumsi dan emisi, namun juga penting untuk mulai menggunakan kayu secara lebih efisien sesuai tujuan karena kayu memiliki keuntungan komparatif dari sisi keberlanjutan dan perspektif ekonomi sirkular,” ujar Nasi.
Proyeksi konsumsi global tahunan dari semua sumber daya alam pada tahun 2060 akan menjadi lebih dari dua kali lipat dari posisi 92 miliar ton pada 2017 menjadi 190 miliar ton, akibat dari peningkatan pertumbuhan populasi dan meningkatnya kesejahteraan. Demikian tertulis pada laporan FAO.
Perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam rantai nilai berbasis hutan harus menjadi mitra dalam membangun bio-ekonomi sirkular, mengganti bahan dengan jejak karbon tinggi seperti semen dan plastik dengan produk-produk hutan, serta meningkatkan efisiensi proses. Hal itu tertulis dalam laporan.
Penumbuh hutan lokal dan para pengolah dapat menerima keuntungan lebih dengan memperkuat jaringan dengan pembeli dan membangun kapasitas melalui organisasi produser.
“Kita harus tidak tinggal diam-kita tidak boleh menyia-nyiakan waktu,” ujar Nasi. “Tugas kita sudah jelas, kita harus beralih dari ekonomi berbasis bahan bakar fosil ke arah bio-ekonomi sirkular berbasis alam, dan semua hal lain akan mengikuti.”
The post Mengikuti Uang: Pemulihan Global Berakar pada Hutan Laporan PBB appeared first on CIFOR Forests News.
See the rest of the story at mysite.com
Related:
COP 27: La justicia y los derechos humanos deben estar en el centro de las acciones contra el cambio climático
Over a quarter of Congo Basin forests at risk of vanishing by 2050
Melakukan dengan Lebih Baik dari pada Sekedar “Aman”
source https://forestsnews.cifor.org/79927/mengikuti-uang-pemulihan-global-berakar-pada-hutan-laporan-pbb?fnl=enid