Dalam UUD, disebutkan bahwa negara menjamin hak untuk mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tapi realitasnya, hal tersebut justru berbanding terbalik.
Langit merah dan berbahaya untuk kesehatan menjadi hal yang terjadi karena asap yang dihasilkan kebakaran hutan. Hal tersebut lantas menimbulkan pertanyaan, terbakar atau dibakar? Mungkin beberapa berpendapat bahwa hal tersebut merupakan faktor alam belaka.
Hutan dapat dikatakan sebagai suatu hal esensial untuk kehidupan manusia karena disebut sebagai paru-paru dunia.
Sayangnya, kebakaran hutan di Indonesia masih sering terjadi. Bahkan, hal tersebut sudah menjadi siklus tahunan biasa, terutama di daerah Riau dan Kalimantan.
Daerah tersebut pernah menjadi puncak kebakaran hutan pada tahun 1997. Kebakaran hutan tersebut tidak hanya berdampak ke Indonesia, tetapi juga berdampak ke negara tetangga yang berbatasan langsung seperti Malaysia dan Singapura.
Hal terebut dikarenakan asap yang dihasilkan dari kebakaran hutan menyebar ke negara tersebut. Dalam dunia internasional, nama Indonesia seakan menjadi buruk.
BACA JUGA : 1000 Species akan Terselamatkan Jika 30 Persen Hutan dan Lahan Bumi Dilindungi
Kenyataannya, banyak kebakaran hutan tersebut terjadi karena kesengajaan atas dasar kepentingan. Hingga saat ini, sudah banyak perundang-undangan dan peraturan yang meregulasi kebakaran hutan di Indonesia. Walaupun sudah dibentuk regulasinya, efektifitasnya masih seringkali dipertanyakan melihat maraknya terjadi kebakaran hutan.
Kebakaran hutan dan lahan dapat dibagi menjadi dua faktor. Faktor tersebut merupakan faktor alamiah dan faktor kesengajaan manusia.
Dilihat melalui kesengajaan manusia, biasanya terjadi karena hal seperti membuang puntung rokok sembarangan, pembuatan api yang lupa dipadamkan, pembakaran yang dilakukan untuk pembukaan lahan, dan lain sebagainya.
Tetapi kenyataannya, kebakaran hutan dan lahan di Indonesia seringkali dikarenakan unsur kesengajaan. Dalam hal puntung rokok dan gesekan antar ranting pohon sangat kecil kemungkinannya. Pembakaran hutan biasanya disengaja oleh pihak yang berkepentingan.
Kepentingan tersebut tidak lain untuk keperluan sumber daya seperti industi, sumber tambang, pertanian, pembukaan lahan, dan lainnya.
Kebakaran Hutan di Indonesia Ditinjau dari Segi Kepentingan Korporasi
Dalam hal pidana terhadap korporasi yang melakukan pembakaran hutan sebenarnya sudah diatur. Akan tetapi, belum ada tata caranya secara khusus dalam pengadilan. Maka, salah satu rujukan peraturan yang dipakai adalah Peraturan Jaksa Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Penanganan Perkara dengan Subjek Hukum.
Selain itu, terdapat juga Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana Korporasi yang memberi pedoman terhadap hakim tentang cara memutus atau menjatuhkan hukuman terhadap perusahaan.
Akan tetapi, peraturan tersebut hanya memberi sanksi sebatas denda, dalam hal pencabutan izin usaha dan badan hukum belum diatur. Dalam hal ini tidak dapat dicabut izin usaha ketika melakukan pembakaran hutan dan lahan. Hal tersebut karena perusahaan bukan merupakan manusia seutuhnya, maka hanya dapat dikenakan denda saja.
Tidak jarang terbakarnya hutan di Indonesia didasarkan atas dasar kepentingan. Salah satunya adalah kepentingan perusahaan untuk pembukaan lahan. Sebagai contohnya adalah hasil analisis pemetaan oleh lembaga Greenpeace yang menemukan 10 perusahaan kelapa sawit yang terlibat karhutla pada tahun 2015-2018. Perusahaan tersebut belum mendapat sanksi serius ataupun pencabutan atas izin lahan.
Dalam hal ini pihak yang berkepentingan adalah korporasi. Adapun alasan pembukaan lahan menggunakan pembakaran masih sering dilakukan adalah karena merupakan cara termudah untuk membuka lahan.
Dampak Dari Kebakaran Hutan di Indonesia
Efek buruk yang dapat ditimbulkan dari kebakaran hutan antara lain adalah rusak atau terganggunya ekosistem, menurunnya keanekaragaman hayati, penurunan keseburuan tanah, sampai dampak terhadap perubahan iklim yang kecil sampai luas.
Selain itu, asap yang ditimbulkan dari kebakaran hutan dapat berdampak buruk terhadap kesehatan masyarakat. Hal tersebut juga berdampak terhadap terganggunya transportasi di daratan, lautan, dan udara, serta masih banyak dampak buruk lainnya.
Pada dunia internasional, nama Indonesia seakan menjadi buruk, hal tersebut karena banyaknya kerusakan hutan yang terjadi. Akan tetapi, kesadaran masyarakat tetang dampak dari hal tersebut masih minim, hingga sampai saat ini pembakaran hutan masih sering terjadi.
Regulasi dan Implementasi Peraturan Perundang-Undangan Kebakaran Hutan di Indonesia
Tidak hanya kebijakan tertulis untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan, pemerintah Indonesia juga berupaya untuk melakukan pencegahan, pemadaman, dan penanganan pasca kebakaran. Upaya preventif yang dilakukan pemerintah antara lain adalah dengan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya melindungi hutan.
Selain itu, pencegahan dilakukan dengan alat peringatan dan pendeteksi dini kebakaran hutan, serta pembangunan fisik untuk pencegahan, seperti pembangunan embung dan green belt. Selain pencegahan secara struktural, penanggulangan pasca kebakaran juga meliputi penggunaan teknologi seperti water bombing, hujan buatan atau modifikasi cuaca, dan patrol mandri yang dilanjutkan dengan pemadaman dini.
Larangan terhadap pembakaran hutan di Indonesia sudah menjadi hal yang dilarang sejak tahun 1994. Dalam upaya penaggulangannya, Indonesia membuat beberapa kebijakan peraturan perundang-undangan perihal kebakaran hutan dan lahan. Undang-undang tersebut selain untuk mencegah dan menanggulangi, juga bertugas untuk memberi sanksi kepada pelanggaran pembakaran hutan. Peraturan tersebut antara lain adalah UU Kehutanan, UU tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Munculnya kritik terhadap penegakan peraturan lingkungan di Indonesia dari dunia Internasional menunjukkan ketidakpastian peraturan dan perundang-undangan yang ditetapkan tentang pembukaan lahan atau pembakaran hutan.
Melihat realitasnya, dapat disimpulkan bahwa sudah banyak regulasi yang mengatur. Akan tetapi, efektifitas implementasinya masih belum terlihat. Melihat regulasinya, secara isi materiil sudah terdapat peraturan yang menyebutkan jelas larangan terhadap pembakaran hutan dan akibat sanksinya. Tetapi, dalam hal penerapannya secara formal masih sangat rancu, terutama pada perusahaan.
sumber : kumparan