Makin banyak bukti-bukti sains yang menunjukkan efektivitas praktik agroekologi – seperti mulsa, tumpang sari, agroforestri, pengendalian hama biologis dan pengomposan – dalam mengatasi tantangan perubahan iklim global, hilangnya keanekaragaman hayati, pembangunan manusia, serta ketahanan pangan dan perbaikan gizi yang berhubungan. Baru-baru ini bahkan 78% studi tinjauan bukti menemukan bahwa agroekologi memberikan dampak positif terhadap ketahanan pangan dan perbaikan gizi, dan dampaknya akan semakin terasa jika semakin banyak yang mempraktikan agroekologi.
Data-data ini (dan bukti lainnya) didiskusikan dalam Asia Pacific Symposium on Agrifood Transformation di Bangkok, Thailand, yang dilaksanakan secara luring dan daring pada 6 Oktober 2022. Sesi yang berjudul ‘Menerjemahkan komitmen UNFSS menjadi aksi: Fokus koalisi dalam transformasi sistem pangan melalui agroekologi (Translating UNFSS commitments into actions: Focus on the Coalition for Transforming Food System through Agroecology)’, memperkenalkan Koalisi Agroekologi (Agroecology Coalition) dan Platform Kemitraan Transformatif Agroekologi (Transformative Partnership Platform on Agroecology, AE-TPP) sebelum mempresentasikan studi kasus dari Kamboja, Vietnam, China, Nepal, India dan The Pacific Community (SPC). Melalui intervensi mereka, perwakilan negara dapat meningkatkan kesadaran akan keberhasilan solusi agroekologi serta menyerukan komitmen politik yang ‘bersedia’ melakukan perubahan melalui agroekologi.
“Koalisi Agroekologi adalah koalisi sukarela,” ujar Fergus Sinclair, Kepala Ilmuwan di Center for International Forestry Research and World Agroforestry (CIFOR-ICRAF), Co-convenor AE-TPP, dan Koordinator Interim dari Koalisi Agroekologi. “Anda mungkin melihat bahwa rekomendasi agroekologi, seperti di Komite Keamanan Pangan Dunia (CFS), laporan Panel Ahli Tingkat Tinggi (HLPE) mempermudah rekomendasi kebijakan CFS karena sejumlah besar negara harus menyepakatinya. Melalui koalisi sukarela, kita dapat mengambil langkah maju dengan mereka yang memiliki visi yang sama, daripada menunggu semua pihak untuk mencapai kesepakatan bersama.
Sudah lebih dari 40 negara dan 80+ organisasi internasional telah bergabung dengan Koalisi, dan AE-TPP saat ini bertindak sebagai sekretariat sementara untuk mendukung tindakan di seluruh dunia, kata Sinclair. Pekerjaannya selaras dengan 13 prinsip agroekologi yang menggabungkan 10 elemen FAO.
Yang Mulia Dr. Saruth Chan menjelaskan studi kasus dari seluruh negara dengan memaparkan Konsorsium Pertanian Konservasi dan Intensifikasi Berkelanjutan (Conservation Agriculture and Sustainable Intensification Consortium, CASIC) di Kamboja. Sejak 2019, CASIC telah berupaya menyatukan para pelaku untuk meningkatkan agroekologi melalui struktur dan insentif tata kelola yang inovatif. Chan adalah Wakil Menteri Negara untuk Kementerian Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Kamboja.
Sebagai bagian dari upaya yang lebih luas untuk melacak kemajuan rekomendasi agroekologi dari Komite Keamanan Pangan Dunia (Committee on World Food Security, CFS), AE-TPP membantu mengatur presentasi Kamboja tentang CASIC di Pleno CFS50, yang dilangsungkan minggu berikutnya. Intervensi HE Saruth Chan di CFS50 mendapatkan pujian dari Gerda Verburg, Asisten Sekretaris Jenderal PBB yang menjadi moderator acara tersebut, karena menunjukkan bagaimana para pemangku kepentingan dapat berpindah dari pemikiran ke tindakan.
Presentasi lain dari negara-negara anggota Koalisi termasuk intervensi dari Pham Thi Hanh Tho, Wakil Direktur Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Agraria (CASRAD), pada Rencana Aksi Nasional Strategis Vietnam untuk Sistem Pangan yang Bertanggung Jawab, Berkelanjutan dan Transparan (2021-2030), serta presentasi tentang bagaimana China menggunakan bioteknologi untuk mempromosikan agroekologi oleh Dr. Xu Jianchu, Profesor di Kunming Institute of Botany, Chinese Academy of Sciences dan Perwakilan Negara untuk ICRAF.
Esther Penunia, Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Asia (Asian Farmers Association, AFA), juga mempresentasikan kampanye sains masyarakat The Million Voices Inisiatif yang diluncurkan oleh AE-TPP untuk melibatkan petani kecil, pekerja, dan konsumen makanan dalam menghasilkan bukti ilmiah yang berkaitan dengan agroekologi .
Setelah presentasi Koalisi, Sabnam Shivakoti, Sekretaris Bersama Divisi Ketahanan Pangan dan Teknologi Pangan, Kementerian Pertanian dan Peternakan, Nepal; Alisi Tuqa, Pimpinan Program Sistem Pangan, Divisi Sumberdaya Lahan, SPC; dan Muralindhar Ganduri, Co-lead Andhra Pradesh Community-Managed Natural Farming (APCNF) dan Rythu Sadhikara Samstha (RySS) India, memberikan materi tentang apa yang negara mereka lakukan untuk mendukung transformasi agroekologi.
“Sistem pangan kita menghadapi lebih banyak tantangan daripada sebelumnya,” ujar moderator Pierre Ferrand, Staff Pertanian di Kantor Regional FAO untuk Asia dan Pasifik. “Namun terlepas dari situasi yang suram ini, [para pembicara telah menunjukkan] ada peluang untuk mempercepat pendekatan holistik seperti agroekologi.”
Program side event yang ditulis di blog ini sejalan dengan implementasi dengan Kerangka Kerja Strategis FAO yang baru, yang mendukung Agenda 2030 dengan tindakan yang mempromosikan produksi pangan yang lebih baik, gizi yang lebih baik, lingkungan yang lebih baik, dan kehidupan yang lebih baik.
Simak intervensi Dr. Saruth Chan Komite ke-50 Keamanan Pangan Dunia melalui https://www.youtube.com/watch?v=gOALInzbUec
Saksikan abstrak dari sesi pleno Simposium Asia Pasifik bersama Fergus Sinclair yang menjabarkan alasan di balik agroekologi dan potensinya untuk meningkatkan mata pencaharian dan ketahanan bentang alam melalui https://www.youtube.com/watch?v=vRWoA87dVko.
Blog ini juga bisa ditemukan di website Agroecology TPP https://glfx.globallandscapesforum.org/topics/21467/news/1201622
The post ‘Koalisi Sukarela’ Membawa Agroekologi Maju ke Simposium Asia Pasifik mengenai Transformasi Sistem Pertanian Pangan appeared first on CIFOR Forests News.
See the rest of the story at mysite.com
Related:
Finding common ground for community forest management in Peru
Energy transfer: How one woman scientist aims to spark enthusiasm in the next generation
Framing up the community-centred future of peatland management
For many Indigenous communities, land titles aren’t the same as tenure security
L’Indonésie défend les partenariats public-privé à la COP27
Protected: Are community rights being upheld in REDD+ safeguards processes and landscapes in East Kalimantan?
Los títulos por sí mismos no garantizan derechos de tenencia sobre las tierras forestales de las comunidades indígenas
source https://forestsnews.cifor.org/81360/koalisi-sukarela-membawa-agroekologi-maju-ke-simposium-asia-pasifik-mengenai-transformasi-sistem-pertanian-pangan?fnl=enid