Sebagai ilmuwan pangan dan gizi di CIFOR-ICRAF, Mulia Nurhasan memimpin pelaksanaan proyek lingkungan pangan dan gizi, yang sebagian besar berlangsung di Indonesia. Mulia memimpin tim yang terdiri dari empat orang ahli gizi, analis geospasial, dan spesialis mata pencaharian. Dia juga memimpin kerja sama CIFOR-ICRAF dan lembaga mitra, mendukung pelaksanaan proyek penelitian di lapangan. Mulia memiliki gelar sarjana di bidang perikanan pasca panen, gelar master dalam manajemen perikanan internasional, dan memiliki gelar PhD dari University of Copenhagen, Department of Human Nutrition. Ia aktif terlibat advokasi terkait sistem pangan berkelanjutan di Indonesia.
T: Bagaimana aktivitas pekerjaan Anda sehari-hari?
J: Tanggung jawab saya sehari-hari meliputi merancang proyek, membangun protokol penelitian, berkoordinasi dengan lembaga mitra, memantau proses penelitian dan peneliti di lapangan, mengelola analisis data, memimpin interpretasi temuan, memimpin proses publikasi penelitian dan menulis proposal untuk pendanaan penelitian.
T: Mengapa Anda menjadi seorang ilmuwan? Apa yang memotivasi Anda dalam bekerja?
J: Karir saya dimulai di bidang pembangunan. Sejak awal saya tahu bahwa ini adalah bidang pekerjaan yang saya mau tekuni – saya suka pergi ke lapangan, bertemu komunitas, berkenalan dengan orang-orang dari berbagai latar belakang dan berkontribusi dalam proses pembangunan. Saya juga ingin tahu tentang banyak hal, mempertanyakan arus utama, dan suka meneliti, menulis, dan membagikan apa yang saya temukan. Menjadi peneliti di bidang pembangunan cocok dengan karakter saya. Tetapi saya tidak tahu bahwa seseorang bisa menjadi peneliti untuk bidang pembangunan: Saya pikir peneliti adalah bagian dari akademisi, dan pembangunan adalah dunia yang berbeda. Menjelang akhir PhD saya, kesempatan datang untuk saya. Saya bertemu mentor saya, Amy Ickowitz – seorang ilmuwan senior di CIFOR-ICRAF – bersama beliau saya memutuskan untuk terus bekerja demi sistem pangan berkelanjutan melalui sains dan pembangunan.
T: Mengapa penting untuk perempuan memimpin dalam bidang sains? Apakah Anda memiliki contoh atau cerita yang dapat dibagikan?
J: Saya dibesarkan di lingkungan yang menuntut perempuan untuk berperilaku sesuai dengan norma-norma yang ada. Sebagian besar hidup saya, saya sering dibuat merasa tidak enak karena berbicara atau menentang suatu pandangan. Akibatnya, seperti kebanyakan perempuan Asia yang tumbuh di lingkungan seperti saya, kami memilih gaya kepemimpinan yang tidak menonjol dan persuasif. Gaya kepemimpinan ini merupakan pendekatan yang baik, tetapi juga memiliki konsekuensi. Terkadang orang tidak melihat perempuan sebagai pemimpin, meragukan kemampuan kita untuk memimpin dan mengelola, dan ragu memberi kita tanggung jawab besar. Dalam banyak budaya, memimpin itu mendominasi, pemimpin harus menunjukkan karakteristik maskulin.
Saya merasa sangat beruntung sepanjang karir saya, khususnya di CIFOR-ICRAF, saya dapat bertemu dengan perempuan-perempuan hebat dalam sains yang memiliki banyak gaya berbeda dari berbagai latar belakang, dan mereka adalah ilmuwan dan juga pemimpin hebat! Mereka membuat saya sadar bahwa perempuan tidak harus menyembunyikan warna, karakter, dan feminitas kita yang sebenarnya. Kita masih bisa menjadi pemimpin yang hebat dengan menjadi diri kita sendiri.
Perempuan dengan berbagai karakter berbeda telah memainkan peran penting dalam mendidik masyarakat kita untuk menerima dan memberikan kesempatan yang sama bagi perempuan untuk memimpin. Keberanian mereka untuk menjadi diri sendiri dan membawa jenis gaya kepemimpinan baru tidak hanya menginspirasi lebih banyak perempuan, tetapi juga memberdayakan sesama perempuan untuk mengejar posisi kepemimpinan. Tidak mudah bagi banyak perempuan untuk menjadi pemimpin. Banyak dari kita tidak diasuh atau dibentuk untuk menjadi seorang pemimpin. Tetapi saya tidak bisa membayangkan bagaimana merancang, melakukan, dan menulis penelitian tanpa atau dengan hanya sedikit anggota perempuan, ketika setengah dari target populasi dalam pekerjaan penelitian dan pengembangan adalah perempuan. Oleh karena itu, kepemimpinan perempuan dalam sains merupakan prasyarat untuk kesuksesan pekerjaan kita.
Tidak mudah bagi banyak perempuan untuk menjadi pemimpin. Banyak dari kita tidak diasuh atau dibentuk untuk menjadi seorang pemimpin. Tetapi saya tidak bisa membayangkan bagaimana merancang, melakukan, dan menulis penelitian tanpa atau dengan hanya sedikit anggota perempuan, ketika setengah dari target populasi dalam pekerjaan penelitian dan pengembangan adalah perempuan. Oleh karena itu, kepemimpinan perempuan dalam sains merupakan prasyarat untuk kesuksesan pekerjaan kita.
Mulia Nurhasan, Ilmuwan CIFOR-ICRAF
Ini adalah bagian kedua dari Serial Tanya Jawab dengan ilmuwan perempuan di Center for International Forestry Research dan World Agroforestry (CIFOR-ICRAF). Menyambut International Day of Women and Girls in Science (11 Februari), kami bertanya tentang motivasi mereka, tantangan yang mereka lewati, apa makna menjadi perempuan di bidang sains dan kenapa penting untuk perempuan untuk memiliki posisi yang setara serta representasi yang memadai di sektor ini. Baca artikel Tanya Jawab pertama dengan Ilmuwan Bioenergi Mary Njenga.
Temukan lebih banyak hasil pekerjaan Mulia Nurhasan:
- Healthier mangroves, more fish
- Toward a Sustainable Food System in West Papua, Indonesia: Exploring the Links Between Dietary Transition, Food Security, and Forests
- Changing forests, changing diets in Papua
- Food consumption patterns and changes in Indonesia forested and deforested areas
- Caretakers’ perceptions and willingness to pay for complementary food in urban and rural Cambodia
- Linking food, nutrition and the environment in Indonesia
Untuk informasi lebih lanjut mengenai riset Mulia Nurhasan, silakan hubungi beliau melalui M.Nurhasan@cifor-icraf.org
Untuk informasi lebih lanjut tentang riset CIFOR-ICRAF untuk kesetaraan gender dan inklusi sosial (GESI), silakan hubungi Elisabeth Leigh Perkins Garner (e.garner@cifor-icraf.org) atau Anne Larson (a.larson@cifor-icraf.org).
The post Memupuk Kepemimpinan: Mengapa Gender Penting dalam Sains Pembangunan? appeared first on CIFOR Forests News.
See the rest of the story at mysite.com
Related:
Seeing from all sides: Why we need more women in science
Toucans, tapir and tortoises: Revealing the biological riches of southern Guyana
Congo Basin: Need for more funding to let ‘lungs of Africa’ breathe
Are community rights being upheld in REDD+ safeguards processes and landscapes in East Kalimantan?
Nourishing leadership: Why gender matters in development science
In DRC, Indigenous Peoples and local communities’ inclusion in REDD+ remains a work in progress
Finding common ground for community forest management in Peru
Energy transfer: How one woman scientist aims to spark enthusiasm in the next generation
Framing up the community-centred future of peatland management
For many Indigenous communities, land titles aren’t the same as tenure security
Sudahkah Hak Masyarakat Dijunjung dalam Proses Perlindungan dan Bentang Alam REDD+ Di Kalimantan Timur?
Mind the gap: What knowledge is needed for UN Decade on Ecosystem Restoration success?
Escuchar y aprender: Por qué la investigación
debe empezar por las mujeres y las comunidades
source https://forestsnews.cifor.org/81975/memupuk-kepemimpinan-mengapa-gender-penting-dalam-sains-pembangunan?fnl=enid