Penghargaan atas Potensi: Desa dalam Kawasan Hutan Mangrove di Sumatra Selatan Menangkan Penghargaan Pariwisata
Pembangunan yang kaya akan budaya dan ramah lingkungan di Sungsang IV mendapat kunjungan menteri
ScrollDesa Sungsang IV merupakan wilayah komunitas pesisir di Sumatra Selatan. Sebagian besar penduduknya merupakan masyarakat Melayu Asli yang tinggal di pondok-pondok kayu-banyak yang dibangun di atas.
Permukiman penduduk terbentang sepanjang ekosistem mangrove, hutan dataran rendah, dan tanah rawa yang disebut Taman Nasional Sembilang, yang mewakili ekosistem di wilayah tersebut yang juga merupakan daerah Cadangan Biosfer UNESCO. Di pusat Sungsang IV, penduduk desa mengolah dan menjual makanan seafood yang eksotik dan unik di daerah tersebut, seperti pempek udang yang dibuat dari udang.
Memiliki warisan kekayaan budaya dan alam, desa tersebut dikenal sebagai tujuan wisata yang potensial di kalangan penduduk Kabupaten Banyuasin, dan sebuah program pembangunan diluncurkan pada Desember 2020.
Aktivitas pariwisata di Sungsang IV – termasuk wisata mangrove – memberikan sumbangan positif pada pembangunan komunitas di kawasan tersebut.
Sandiaga Uno, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia
Pemenang-penghargaan alam dan budaya
Pada November 2022, Pemerintah Sumatra Selatan memberikan penghargaan kepada Sungsang IV “Desa Wisata Terbaik” di tingkat provinsi. Sungsang IV didaftarkan pada Program Penghargaan Desa Pariwisata Indonesia (ADWI – Anugerah Desa Wisata Indonesia), dan terpilih sebagai salah satu dari 75 desa wisata terbaik pada Maret 2023.
Pada 13 Mei 2023, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, berkunjung ke desa itu untuk memberikan penghargaan kepada masyarakat. Dia disambut dengan upacara adat, dan berkesempatan untuk mencicipi masakan lokal serta melihat-lihat secara cermat hasil kerajinan tangan penduduk.
Dia juga mengunjungi beberapa atraksi wisata, termasuk perawatan mangrove berbasis komunitas, uraiannya ada di bagian bawah tulisan ini. Uno turut berpartisipasi dalam upaya pemulihan mangrove dengan menanam beberapa bibit bersama dengan para pemimpin daerah tingkat provinsi, kabupaten, dan pemimpin setempat. Dia menyatakan harapannya bahwa aktivitas wisata di Sungsang IV – termasuk pariwisata ekologi mangrove – akan memberikan sumbangan positif pada pembangunan komunitas di daerah tersebut.
Jasa ekosistem mangrove memiliki potensi ekonomi, riset yang kami lakukan adalah meneliti potensi model bisnis dari ekosistem mangrove yang dapat memberikan penghasilan bagi masyarakat.
Herry Purnomo, Ilmuwan Senior, CIFOR-ICRAF
Mendorong aset alam melalui pemulihan mangrove
Seperti apa yang ditonjolkan saat kunjungan Menteri Uno dan pejabat lainnya, sebagian besar dari potensi pariwisata Sungsang IV bertumpu pada sumber daya alamnya, termasuk hutan mangrove. Namun demikian, beberapa hutan tersebut terdegradasi cukup parah.
Dalam konteks tersebut, sejak tahun 2021 Center for International Forestry Research dan World Agroforestry (CIFOR-ICRAF) dan Forum DAS Sumatra Selatan sedang mengimplementasikan suatu proyek penelitian dengan aksi partisipatif di desa untuk mengembangkan model-model bisnis dengan kelayakan lingkungan, kelayakan lokal, dan berbasis komunitas untuk restorasi mangrove. Proyek ini berlangsung selama empat tahun dan didukung oleh Temasek Foundation yang berbasis di Singapura.
Selama proses penelitian, komunitas – bersama-sama dengan para pemangku kepentingan utama dan pimpinan pemerintahan di tingkat kabupaten dan – provinsi – sepakat bahwa untuk memperkuat potensi pariwisata lokal , mangrove harus ditetapkan sebagai salah satu daya tarik utama. Untuk tujuan tersebut, tim dari komunitas dan tim peneliti mendirikan fasilitas pembibitan mangrove, yang ditargetkan untuk memproduksi lebih dari 50.000 bibit dari tujuh spesies berbeda – termasuk spesies lokal Kandelia candel, yang hanya ditemukan di beberapa daerah tertentu di Indonesia.
Komunitas setempat meningkatkan aktivitas restorasi mangrove di beberapa “wilayah aksi” yang dtetapkan di dalam wilayah desa, yang sesuai dengan tujuan peningkatan ekosistem pesisir dan meningkatkan kondisi mangrove untuk pariwisata. Tempat-tempat tersebut juga berfungsi sebagai “laboratorium alam” untuk para mahasiswa yang berkunjung. CIFOR-ICRAF dan para mitranya berharap, kerja riset ini dapat memperkuat implementasi pariwisata ekologis dan keseluruhan potensi pariwisata agar menghasilkan manfaat dari aspek-aspek lingkungan, ekonomi, dan sosial bagi masyarakat Sungsang IV.
Susunan cerita: Sonya Dyah | Video: Aris Sanjaya | Desain web: Gusdiyanto | Koordinator: Budhy Kristanty
The post Penghargaan atas Potensi: Desa dalam Kawasan Hutan Mangrove di Sumatra Selatan Menangkan Penghargaan Pariwisata appeared first on CIFOR Forests News.
See the rest of the story at mysite.com
Related:
Seeing from all sides: Why we need more women in science
Toucans, tapir and tortoises: Revealing the biological riches of southern Guyana
Congo Basin: Need for more funding to let ‘lungs of Africa’ breathe
Are community rights being upheld in REDD+ safeguards processes and landscapes in East Kalimantan?
Nourishing leadership: Why gender matters in development science
In DRC, Indigenous Peoples and local communities’ inclusion in REDD+ remains a work in progress
Finding common ground for community forest management in Peru
Energy transfer: How one woman scientist aims to spark enthusiasm in the next generation
Framing up the community-centred future of peatland management
For many Indigenous communities, land titles aren’t the same as tenure security
How to use drones with respect for people and wildlife
Kerangka Pengaman REDD+: Butuh Upaya Lebih Besar untuk Menjaga Hak-Hak Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal
Des problèmes de gouvernance ralentissent le progrès de l’aménagement du territoire en Afrique centrale
source https://forestsnews.cifor.org/83533/penghargaan-atas-potensi-desa-dalam-kawasan-hutan-mangrove-di-sumatra-selatan-menangkan-penghargaan-pariwisata?fnl=enid