Makin banyak bukti yang menunjukkan bahwa masyarakat adat dan komunitas lokal memiliki peran penting dalam implementasi inisiatif berbasis hutan yang efektif, termasuk UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change) atau Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim untuk Reduksi Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation, REDD+). Dengan setengah dari hutan tropis dunia berada di dalam wilayah yang dikelola oleh masyarakat adat dan komunitas lokal, nilai kemitraan dan keterlibatan masyarakat tidak dapat dilebih-lebihkan.
Namun, ketimpangan struktural dan pedoman implementasi yang tidak mendukung hak-hak komunitas memberikan tantangan besar terhadap partisipasi masyarakat adat dan komunitas lokal untuk terlibat dalam inisiatif berbasis hutan – sebagai mitra, bukan sekadar penerima manfaat. Jika dikelola dengan baik, keterlibatan sukarela masyarakat adat dan komunitas lokal di REDD+ dapat mengatalisasi hasil yang memberikan manfaat bagi hutan dan masyarakat.
Sebagai bagian dari Studi Komparatif Global (Global Comparative Study, GCS) tentang REDD+ para ilmuwan di Center for International Forestry Research dan World Agroforestry (CIFOR-ICRAF) telah membuat serangkaian flyer yang mengeksplorasi masalah hak dan inklusi sosial masyarakat adat dan komunitas lokal di bawah 11 standar dan pedoman pengamanan sukarela untuk lembaga pendanaan multilateral. Dengan menyediakan jalur untuk beralih dari tujuan minimum ‘tidak merugikan’ menjadi tujuan ‘berbuat lebih baik’, seri ini berupaya meredefinisikan integrasi hak-hak masyarakat ke dalam desain, implementasi, dan pemantauan upaya pengamanan.
Flyer terbaru dari seri ini mengkaji apa dan bagaimana standar dan pedoman REDD+ mengakui hak lahan, sumber daya, dan karbon dari masyarakat adat dan komunitas lokal.
REDD+ dan hak-hak masyarakat adat dan komunitas lokal
Sejak diskusi awal tentang REDD+ berlangsung, organisasi-organisasi masyarakat telah mendesak pengakuan dan penghormatan atas hak lahan, sumber daya, dan karbon. Menanggapi seruan ini, sekaligus mempertimbangkan kekhawatiran atas dampak lingkungan REDD+, UNFCCC memperkenalkan rangkaian pengaman sosial dan lingkungan, yang dikenal sebagai ‘pengamanan Cancun atau Cancun safeguards‘.
Namun, rangkaian pengaman ini tidak memiliki pedoman khusus; sebaliknya, mereka berfungsi sebagai prinsip dasar yang bisa ditafsirkan sesuai dengan kerangka hukum dan kebijakan setiap negara REDD+. Walaupun fleksibilitas ini memberikan keuntungan, tetapi ini juga menghasilkan interpretasi yang berbeda untuk prinsip yang sama, karena setiap negara memiliki pemahaman yang berbeda atas hak komunitas berdasarkan kerangka nasional mereka dan perjanjian internasional yang mereka tandatangani.
Akibatnya, aksi-aksi REDD+ telah dijalankan di area di mana kepemilikan masyarakat akan lahan dan sumber daya masih tidak jelas dan belum ditegakkan. Dinamika ini menghasilkan masalah karena keputusan UNFCCC tentang REDD+ mengakui Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples, UNDRIP), tetapi pelaksanaan sebenarnya dari mekanisme ini tidak cukup mengikutsertakan spektrum luas hak-hak yang diakui di UNDRIP.
Pengaman yang dikembangkan untuk kesepakatan pembayaran berbasis hasil dan pasar karbon sukarela dapat menyediakan jalur yang lebih baik untuk hak-hak masyarakat. Analisis komparatif CIFOR-ICRAF tentang pedoman dan standar REDD+ juga mengungkapkan beberapa pekerjaan yang masih perlu dilakukan untuk menumbuhkan dukungan bagi hak masyarakat akan lahan, sumber daya, dan karbon.
Sekilas tentang pengaman (safeguards)
Flyer terbaru menampilkan ringkasan penelitian dan temuan dalam tabel yang menilai pedoman dan standar di enam kriteria.
Kriteria pertama menilai pedoman atau standar setiap lembaga berdasarkan apakah mereka mengakui atau tidak hak masyarakat atas lahan dan sumber daya, dan yang kedua membahas hak karbon masyarakat dalam konteks yang sama. Kriteria ketiga dan keempat menunjukkan apakah setiap pedoman atau standar membutuhkan inisiatif untuk melakukan penilaian kepemilikan masyarakat, dan apakah mereka mengakui kepemilikan masyarakat. Baris kelima menilai apakah pedoman dan standar yang tercantum cukup menghindari dampak negatif masyarakat, dan yang keenam mencatat sejauh mana mereka mengurangi dampak tersebut.
Peringkat dikategorikan sebagai penyelarasan penuh (‘ya’), penyelarasan dalam kapasitas terbatas (‘parsial’), dan tidak selaras (‘tidak’), berdasarkan tinjauan tim terhadap dokumen yang tersedia yang diterbitkan oleh masing-masing lembaga yang berpartisipasi.
Temuan
Temuan inti dari analisis ini adalah, meskipun hak masyarakat atas lahan dan sumber daya diakui dalam kerangka hukum nasional dan lokal, hampir tidak ada pengakuan akan hak karbon masyarakat. Walaupun Lebih dari setengah dari standar yang merujuk hak karbon dalam arti yang lebih luas, tidak ada yang secara khusus mengadvokasi hak karbon masyarakat.
Pemisahan hak lahan dan karbon tidak menguntungkan karena cenderung berkaitan erat di negara-negara REDD+. Misalnya, di beberapa negara, mereka yang memegang hak atas hutan dianggap sebagai penerima manfaat dalam mekanisme pembagian manfaat REDD+. Namun, jika komunitas yang sama tidak memiliki hak atas karbon, mereka dikecualikan dari proses pengambilan keputusan tentang komersialisasi unit pengurangan emisi yang berasal dari lahan mereka.
Selain itu, sebagian besar standar menyatakan bahwa pemindahan fisik dan ekonomi harus “dihindari”, bukan dilarang. Dan, dalam banyak kasus, pemindahan hanya dianggap jika melibatkan komunitas yang diakui secara formal. Ketika sebagian besar standar mensyaratkan kompensasi atau restitusi untuk meningkatkan pemukiman kembali – atau setidaknya memulihkan – mata pencaharian, tidak semuanya mengharuskan adanya diskusi dengan kelompok yang terdampak untuk menginformasikan atau memandu proses ini, sehingga hal ini melanggar hak penentuan nasib sendiri yang diakui UNDRIP.
Beberapa standar menampilkan perlindungan tambahan, termasuk mengidentifikasi dan menyelesaikan konflik lahan dan/atau sumber daya sebelum implementasi proyek. Dalam kasus pemindahan, dibutuhkan persetujuan atas dasar informasi di awal tanpa paksaan (PADIATAPA) dari semua komunitas – bukan hanya yang diakui secara hukum. Bagaimanapun, ketentuan ini tidak boleh sekedar disarankan dan tidak boleh diterapkan hanya “jika memungkinkan”.
Langkah ke depan
Meskipun telah ada kemajuan dalam pengakuan hak masyarakat akan lahan dan sumber daya, diperlukan langkah lebih lanjut untuk mengatasi tantangan hukum dan politik yang menghambat masyarakat adat dan komunitas lokal untuk menguatkan penggunaan lahan dan sumber daya mereka secara mandiri. Keputusan UNFCCC untuk menyebutkan UNDRIP dalam REDD+ patut dipuji, tetapi sebagian besar standar dan pedoman mengharuskan pemrakarsa proyek mengikuti kerangka hukum nasional, yang cenderung membatasi akses masyarakat ke lahan, sumber daya, dan cakupan hak yang luas di bawah UNDRIP.
Untuk memastikan implementasi agenda REDD+ yang adil, sangat penting untuk mengklarifikasi dan mengamankan tenurial masyarakat sambil juga mengatur hak karbon masyarakat. Menentukan kejelasan tentang standar saat ini yang didefinisikan secara luas akan mendorong hasil REDD+ yang lebih adil dan efektif serta memajukan upaya mitigasi iklim di seluruh dunia.
Menghormati hak atas lahan, sumber daya, dan karbon harus menjadi prioritas yang dipantau secara ketat, serta prasyarat untuk pencairan dana. Pengamanan REDD+ harus dibuat dengan maksud untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat adat dan komunitas lokal dalam pengelolaan lahan, sumber daya, dan karbon. Langkah-langkah harus diambil untuk memusatkan persyaratan khusus dan prosedur pemantauan di bawah UNDRIP untuk mendorong aksi iklim yang tidak diskriminatif.
Publikasi mendatang dalam seri ini, dan pelajaran dari kerja lapangan yang dilakukan di Indonesia, Peru, dan Republik Demokratik Kongo, GCS REDD+ CIFOR-ICRAF akan terus mengevaluasi bagaimana standar kerangka pengaman dapat mendukung hak-hak masyarakat adat dan komunitas lokal dengan sebaik-baiknya.
Untuk informasi lebih lanjut tentang topik ini, silakan hubungi Anne M Larson (a.larson@cifor-icraf.org dan Juan Pablo Sarmiento Barletti (j.sarmiento@cifor-icraf.org)
Penelitian ini merupakan bagian dari Studi Komparatif Global CIFOR-ICRAF tentang REDD+. Mitra pendanaan yang telah mendukung penelitian ini termasuk Norwegian Agency for Development Cooperation (Norad, Grant No. QZA-21/0124), International Climate Initiative (IKI) of the German Federal Ministry for the Environment, Nature Conservation, and Nuclear Safety (BMU, Grant No. 20_III_108, dan CGIAR Research Program on Forests, Trees and Agroforestry (CRPFTA) dengan dukungan pendanaan dari CGIAR Fund Donors.
The post Apakah Kerangka Pengamanan REDD+ Mendukung Hak Masyarakat atas Lahan, Sumber Daya, dan Karbon? appeared first on CIFOR Forests News.
See the rest of the story at mysite.com
Related:
Seeing from all sides: Why we need more women in science
Toucans, tapir and tortoises: Revealing the biological riches of southern Guyana
Congo Basin: Need for more funding to let ‘lungs of Africa’ breathe
Are community rights being upheld in REDD+ safeguards processes and landscapes in East Kalimantan?
Nourishing leadership: Why gender matters in development science
In DRC, Indigenous Peoples and local communities’ inclusion in REDD+ remains a work in progress
Finding common ground for community forest management in Peru
Energy transfer: How one woman scientist aims to spark enthusiasm in the next generation
Framing up the community-centred future of peatland management
For many Indigenous communities, land titles aren’t the same as tenure security
Cocoa, mangoes and pigs: catalyzing green finance in Ghana
Nueva base de datos permite a los usuarios explorar el impacto del cambio climático en las especies arbóreas
TROUVER UN TERRAIN D’ENTENTE POUR LA GESTION DES FORÊTS COMMUNAUTAIRES AU PEROU
source https://forestsnews.cifor.org/84352/apakah-kerangka-pengamanan-redd-mendukung-hak-masyarakat-atas-lahan-sumber-daya-dan-karbon?fnl=enid